KAJIAN SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT DI SEKITAR DAN DI DALAM KAWASAN RENCANA TAHURA MUARA SIRAN
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
Negara Indonesia adalah negara yang masuk ke dalam negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi ke dua di dunia setelah Brazil? Tingkat biodiverisitas atau potensi alam yang tinggi ini membuat bangsa Indonesia terkadang tidak sadar bahwa kekayaan alam tersebut haruslah dijaga. Taman Hutan Raya atau yang dikenal dengan TAHURA merupakan salah satu program yang dicanangkan pemerintah sebagai upaya untuk menjaga potensi alam tersebut.
Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah sebuah kawasan pelestarian alam yang bertujuan untuk tempat mengoleksi tumbuhan atau satwa, baik jenis yang asli Indonesia ataupun bukan asli Indonesia. Adapun pemanfaatnya bagi kepentingan umum seperti penelitian, ilmu pengetahuan, serta sebagai fasilitas yang menunjang budidaya, budaya rekreasi, dan pariwisata. Salah satu pemanfaatan Tahura yang penting adalah menjaga ekosistem alam di suatu daerah . Dilihat dari status hukumnya, Tahura merupakan kawasan lindung yang dikategorikan sebagai hutan konservasi bersama-sama dengan cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, dan taman buru. Oleh karena itu perlunya dilakukan Kajian Sosial Dan Budaya Masyarakat Di Sekitar Dan Di Dalam Kawasan Rencana Tahura Muara Siran Kab. Kutai Kartanegara
Acuan dari pelaksanaan Kajian ini berdasarkan Surat Bupati Kutai Kertanegara Kepada Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 522.57/1457 /DISBUNHUT tentang Rencana Pembentukan Taman Hutan Raya (tertanggal 24 Agustus 2016). Dasar lain dari Kajian ini terdapat pada Permenhut Nomor P.10/MENHUT-II/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan TAHURA bahwa data dan informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan rencana pengelolaan jangka panjang harus mempertimbangkan aspek social budaya antara lain : Demografi sekitar Kawasan, Kearifan Lokal pengelolaan SDA, Kelembagaan masyarakatn setempat, Adat istiadat masyarkat setempat dan persepsi masyarakat dan pemeritnah daerah setempat terhadap kawasan dan potensinya. Lokasi kajian meliputi :
- Muara Kaman
- Desa Muara Siran
- Bukit Jering
- Kota Bangun
- Desa Liang
- Desa Muhuran
- Desa Sebelimbingan
- Kenohan
- Desa Tuana Tuha
- Desa Teluk Muda
- Kembang Janggut
- Desa Genting Tanah
METODE KAJIAN
- Data Spasial (analisis peta) meliputi;
Peta batas administrasi Kecamatan dan desa di rencana kawasan Taman Hutan Raya Muara Siran; Peta DAS di rencana kawasan Taman Hutan Raya Muara Siran; Peta cagar budaya (kuburan, tempat keramat, desa asal, dan lain- lain) di rencana kawasan Taman Hutan Raya Muara Siran;
- Data Sekunder
BPS Kab. Kukar, Kebijakan Pusat terkait pengelolaan Kawasan TAHURA, laporan penggiat lingkungan seperti WWF, Bioma, RASI dll
- Data Primer
Wawancara, Observasi lapangan,
KESIMPULAN
Hasil Kajian Sosial dan Budaya Masyarakat di sekitar dan di dalam Kawasan Rencana Tahura Muara Siran, dapat disimpulkan temuan-temuan pokok sebagai berikut :
1) Masyarakat yang berada di 8 Desa sekitar dan dalam Kawasan Rencana Tahura Muara Siran yang dijadikan fokus studi, keberadaan mereka di wilayah tersebut sudah bergenerasi dan secara turun temurun, umumnya merupakan Suku Kutai seperti Kutai Pantun (Muara Kaman) dan Kutai Kota Bangun yang melaksanakan adat istiadat Suku Kutai baik yang berasimilasi dengan suku lain seperti Banjar atau Dayak juga dengan Agama Islam. Dengan memanfaatkan SDA di sekitar sebagai bagian dari prosesi budaya yang dilaksanakan baik secara komunal oleh semua warga Desa, maupun secara kekeluargaan oleh rumah tangga – rumah tangga.
2) Keberadaan lembaga-lembaga lokal di 8 Desa cukup banyak, dan juga cukup aktif, antara lain:
- Lembaga-lembaga Pemerintahan Desa: Pemerintahan Desa, BPD, LPM, Tingkat Dusun, Tingkat RW, Tingkat RT, BUMDes, PKK dan Karang Taruna;
- Lembaga-lembaga Kemasyarakatan dan Keagamaan: Lembaga Adat, Kelompok Kesenian dan Organisasi Keagamaan; dan
- Lembaga-lembaga Perekonomian: LPSDA (di Desa Muara Siran), LPHD (di Desa Genting Tanah), KUD, Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani, Kelompok Nelayan, Gabungan Kelompok Nelayan, Kelompok Peternakan (di Desa Muara Siran), Sawmill, Pembuat Balok/Papan/Siring, Pembuat Perahu, dan Pengelola dan Pemandu Wisata (di Desa Muara Siran).
Disamping kelembagaan lokal, juga ada sejumlah Perusahaan yang masih aktif beroperasi di sekitar desa-desa tersebut, yang terdiri dari perusahaan Taambang Batu Bara (PT Belayan, PT Bara Tabang, PT Rencana Mulya Bratama, PT Gunung Bayan dan PT Indonesia Pratama), Perkebunan Sawit (PT Prima Mitrajaya Mandiri, PT Tunas Prima Sejahtera dan PT REA Kaltim), HTI (PT Silva Rimba Lestari, PT.Tunas Prima Sejahtera dan PT Akasia Andalan Utama) dan Perkebunan Karet (PT Sylva Putra).
3) Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini meliputi pengembangan sosial budaya yang juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat seperti peningkatan sumberdaya manusia (SDM) dalam pengelolaan kawasan pariwisata dengan kegiatan budaya. Pihak terkait mendorong dengan kebijakan (Kementerian LHK, Pemprov. Kaltim dan Pemkab Kukar), SKPD dengan kegiatan-kegiatan bersifat teknis (bimtek) oleh Dinas Pariwisata, Disperindagkop dengan dibantu oleh perusahaan dan LSM.
4) Beberapa strategi dan kebijakan dalam pelibatan masyarakat didalam Pengelolaan Tahura Muara Siran antara lain:
- Pelibatan Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Desa dan masyarakat dalam penyusunan hingga pengawasan program kegiatan di Rencana Kawasan Tahura Muara Siran.
- Menjamin masyarakat dalam pemanfaatan SDA di Rencana Kawasan Tahura Muara Siran.
- Pemerintah dengan melibatkan para pihak mendorong meningkatkan dan membuka peluang pengembangan sosial dan budaya terkait kegiatan pariwisata dengan peningkatan dan pemberdayaan sumberdaya masyarakat termasuk membantu dalam penyelengga-raan dan promosi kegiatan sosial dan budaya.
- Kepastian bahwa Rencana Kawasan Tahura Muara Siran tidak dikuasai oleh pihak lain.
REKOMENDASI
Berdasarkan butir-butir pokok kesimpulan tersebut diatas, maka bila Rencana Kawasan Tahura Muara Siran akan sungguh-sungguh ditetapkan sebagai Tahura, maka rekomendasi yang bisa diberikan dari sisi sosial dan budaya masyarakat adalah sebagai berikut :
1) Masyarakat yang berada di 8 Desa sekitar dan dalam Rencana Kawasan Tahura Muara Siran, keberadaan mereka di wilayah tersebut sudah bergenerasi, maka secara alami mereka pasti menganggap dan merasa diri sebagai Tuan Rumah di wilayah tersebut. Oleh karena itu program apapun, termasuk rencana Tahura perlu disosialisasikan secara memadai sejak awal kepada mereka sesuai dengan prinsip PADIATAPA (Persetujuan Atas Dasar Informasi Di Awal Tanpa Paksaan).
2) Dalam perencanaan serta pelaksanaan kegiatan di Tahura, diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan Lembaga-Lembaga lokal di Desa, serta sinergi dengan kegiatan-kegiatan Perusahaan-Perusahaan yang beroperasi di sekitar Desa.
3) Mereka sudah memanfaatkan dan mengelola SDA yang ada di wilayah Desa mereka secara turun temurun, maka sistem pemanfaatan dan pengelolaan SDA oleh masyarakat setempat perlu diperhatikan, disinergikan dan diintegrasikan dengan sistem pengelolaan Tahura, dalam kegiatan di Blok-Blok Pengelolaan Tahura yang sesuai.
4) Praktek adat istiadat serta acara-acara keramaian yang biasa dilakukan oleh Masyarakat di Desa-Desa setempat perlu dikembangkan untuk menambah daya tarik wisata mendampingi daya tarik wisata alami sekitar calon lokasi Tahura Muara Siran, bekerjasama dengan warga Masyarakat setempat dan para Pihak lainnya, terutama dengan Perusahaan-Perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut.
5) Masyarakat yang berada di 8 Desa sekitar dan dalam Rencana Kawasan Tahura Muara Siran, secara turun temurun juga melaksanakan kearifan-kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan SDA yang mencakup:
a) Aturan dan kebiasaan dalam pemanfaatan dan pengelolaan SDA, yang bersifat melindungi / memelihara keberadaan SDA yang ada, membatasi pemanfaatan berlebihan, mengatur pemanfaatan sesuai dengan siklus alam, dan menjalin kerjasama diantara pemanfaat SDA, sehingga memberikan dampak yang baik terhadap keberadaan SDA setempat.
b) Adanya pantangan / larangan membuka hutan / lahan dan mengambil hasil hutan “tanpa ijin” Makhluk Ghaib Penunggu / Penjaga hutan / lahan, maupun memasuki wilayah perairan Danau di kawasan tertentu dan juga pembukaan lahan / pembangunan pemukiman di kawasan yang dianggap keramat.
c) Kearifan-kearifan lokal (local wisdom) dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge) ini perlu diperhatikan, diadopsi dan atau ditransformasi sesuai dengan tujuan pengelolaan dan pemanfaatan Tahura serta kepentingan pemanfaatannya bagi warga Masyarakat setempat. Kearifan-kearifan lokal ini juga perlu diperkuat dengan membantu warga Masyarakat dan Lembaga Pemerintahan Desa mengembangkan Peraturan Desa (Perdes) yang sesuai.
6) Pembangunan Tahura Muara Siran akan menjadi suatu kegiatan yang sangat komplek, karena melibatkan banyak para pihak terkait, dan masing-masing memiliki fungsi, peran dan kepentingan yang berbeda. Para pihak yang perlu terlibat dalam Rencana Kawasan Tahura Muara Siran Kab. Kukar dan bentuk keterlibatannya sebagai berikut:
- Kementerian LHK dalam bentuk Kebijakan (Surat Keputusan), Alokasi Dana dan Program (promosi);
- Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi dalam bentuk Kebijakan, Alokasi Dana dan Program (promosi);
- Pemkab. Kutai Kartanegara dalam bentuk Kebijakan (Surat Keputusan), Alokasi Dana, Infrastruktur dan Program;
- SKPD Kab. Kutai Kertanegara (LHK, Balitbangda, Pariwisata, Pemberdayaan, dll) dalam bentuk Infrastruktur dan Program terkait;
- Pemerintah Kecamatan dalam bentuk Alokasi Dana dan Program;
- Pemerintah Desa dan Lembaga Desa Lainnya dalam bentuk Alokasi Dana, Program dan Pelaksana;
- Masyarakat Desa sebagai pelaksana;
- Perusahaan dalam bentuk Program (Pemberdayaan, Infrastruktur, Dana, dll);
- LSM dalam bentuk Pendampingan, Program dan Pengawasan;
- Pihak Lainnya (Tour Travel, Organda, dll) dalam bentuk Promosi dan Fasilitas.